kembangapi_2

Thursday, January 25, 2007

Timun Emas-Cerita rakyat dari Jawa Tengah

Dahulu di Jawa Tengah ada seorang janda yang sudah tua. Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi pula sudah tua. Mana bisa ia mendapatkan anak.


Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh.
"Seandainya aku mempunyai anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja,"
Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan.
Mbok Rondo takut melihatnya.
"Hai, Mbok Rondo, kamu menginginkan anak, ya? Aku bisa mengabulkan keinginanmu," kata raksasa itu dengan suara keras. "Benarkah?" tanya Mbok Rondo. Rasa takutnya mulai menghilang.
"Benar... tapi ada syaratnya. Kalau anakmu sudah berumur enam belas tahun, kau harus menyerahkannya kepadaku. Dia akan kujadikan santapanku" jawab raksasa itu.
Karena begitu inginnya dia punya anak maka Mbok Rondo tidak berpikir panjang Iagi. Yang penting segera punya anak."Baiklah, aku tidak keberatan," jawab Mbok Rondo.
Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok Rondo. Mbok Rondo segera pulang dan menanam benih itu di halaman belakang.
Setiap hari Mbok Rondo menyirami biji timun itu. Ajaib! Dua minggu kemudian, tanaman itu sudah berbuah. Buahnya lebat sekali.
Di antara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu buah yang sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar matahari, buah itu berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik pada buah mentimun yang besar itu, ia memetiknya dan membawa pulang buah yang paling besar itu.
Sampai di rumahnya, Mbok Rondo mengambil pisau dan membelah buah itu. Lalu, ia membukanya dengan hati-hati. Ajaib! Ternyata ada seorang bayi perempuan yang cantik!
"Ah, ternyata raksasa itu tidak berbohong!"gumam Mbok Rondo." Sekarang aku punya anak perempuan. "Aduh senangnya hatiku."
Mbok Rondo sangat gembira. la menamakan bayi mungil itu Timun Emas.
Hari, bulan, dan tahun pun berganti. Timun Emas tumbuh menjadi seorang gadis jelita. Mbok Rondo sangat menyayangi Timun Emas. Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Emas bersiap pergi ke hutan untuk mencari kayu. Tiba-tiba... Bum, bum, bum... Bumi bergetar Lalu disusul suara tawa menggelegar
"Hai, Mbok Rondo, keluarlah! Aku datang untuk menagih janji," kata raksasa itu.
Gemetar seluruh tubuh Mbok Rondo, cepat-cepat ia memeluk Timun Emas lalu membisikinya agar gadis itu sembunyi ke kolong tempat tidur.
Lalu Mbok Rondo keluar menemui raksasa itu.
"Aku tahu, kedatanganmu kemari untuk mengambil Timun Emas. Berilah aku waktu dua tahun lagi. Kalau Timun Emas aku berikan sekarang, tentu kurang lezat untuk disantap. Tubuhya masih kecil."
"Benar juga. Baiklah, dua tahun lagi aku akan datang. Kalau bohong, kamu akan kutelan mentah-mentah," ancam raksasa itu.
Sambil tertawa, raksasa itu pergi meninggalkan rumah Mbok Rondo. Mbok Rondo menghela napas lega. Kemudan, ia masuk ke rumah menghampiri anaknya yang masih bersembunyi di kolong tempat tidur. "Anakku, keluarlah. Raksasa itu sudah pergi," kata Mbok Rondo.
"Aku tadi mendengar percakapan Ibu dengan raksasa itu. Rupanya raksasa itu menginginkan aku," kata Timun Emas.
"Benar, anakku. Tapi, lbu tidak rela kamu menjadi santapan raksasa itu," kata Mbok Rondo sambil memeluk Timun Emas. Air matanya berlinang di pipi.
Dua tahun kemudian, Timun Emas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik. Kulitnya kuning langsat. Tapi Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya kepada si raksasa.
Pada suatu malam, ketika Mbok Rondo sedang tidur, ia mendengar suara gaib dalam mimpinya. "Hai, Mbok Rondo, kalau kau ingin anakmu selamat, mintalah bantuan kepada seorang pertapa di bukit Gandul."
Esok harinya, Mbok Rondo pergi ke Bukit Gandul. Di sana ia bertemu dengan seorang pertapa. Pertapa itu memberikan empat bungkusan kecil yang isinya biji timun, jarum, garam, dan terasi.
Mbok Rondo menerimanya dengan rasa heran. Sang pertapa menerangkan khasiat benda-benda itu.
Sesampainya di rumah, ia menceritakan perihal pemberian pertapa itu kepada Timun Emas. "Anakku, mulai saat ini kamu tidak perlu cemas. Kamu tak perlu takut kepada raksasa itu, sebab kamu sudah memiliki penangkalnya. Berdoalah selalu supaya Tuhan menyelamatkanmu," kata Mbok Rondo.
Ketika Mbok Rondo sedang menjahit baju untuk Timun Emas, tiba-tiba bumi berguncang pertanda raksasa datang.
"Ho... ho... ho... Mana Timun Emas! Ayo, cepat serahkan dia padaku. Aku sudah sangat lapar!" kata raksasa dengan suara menggelegar.
"Baiklah. Akan kubawa dia keluar," kata Mbok Rondo.
la segera masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa, kemudian diberikan kepada Timun Emas.
"Anakku, bawalah bekal ini. Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu menangkapmu."
"Baiklah, Mbok" Timun Emas segera berlari lewat pintu belakang. "Mbok Rondo, mana Timun Emas?!" suara raksasa itu terdengar tidak sabar.
"Maafkan aku, Raksasa. Timun Emas ternyata sudah pergi." "Apa kau bilang?" geram raksasa itu.
Namun berkat kesaktiannya, raksasa itu dapat melihat Timun Emas yang sedang melarikan diri. Tanpa berkata-kata lagi, si raksasa Iangsung mengejar Timun Emas.
"Walau Iari ke ujung dunia, aku pasti dapat mengejarmu!" teriak si raksasa.
Karena terus menerus berlari, Timun Emas mulai kelelahan. Dalam keadaan terdesak, Timun Emas teringat akan bungkusan pemberian sang pertapa.
Cepat ia taburkannya biji mentimun di sekitarnya. Sungguh ajaib. Mentimun itu langsung tumbuh dengan lebat. Buahnya besar- besar Raksasa itu berhenti ketika melihat buah mentimun terhampar di hadapannya. Dengan rakus ia segera melahap buah yang ada, sampai tak satu pun tersisa.
"Ha... ha... ha... buah mentimun ini dapat menambah tenaga," kata si raksasa.
Setelah kenyang, raksasa itu kembali mengejar Timun Emas. Pada saat itu juga, Timun Emas membuka bungkusan dan menaburkan jarum ke tanah. Sungguh ajaib! Jarum jarum itu berubah menjadi hutan bambu yang lebat.
Raksasa itu berusaha menembusnya. Namun tubuh dan kakinya terasa sakit karena tergores dan tertusuk bambu yang patah.
la pantang menyerah Dan berhasil melewati hutan bambu itu terus mengejar Timun Emas.
"Hai, Timun Emas, jangan harap kamu bisa lolos!" seru si raksasa sambil membungkuk untuk menangkap Timun Emas. Dengan sigap, Timun Emas melompat ke samping dan berkelit menghindar. "Oh, hampir saja aku tertangkap," Timun Emas terengah-engah. Keringat mulai membasahi tubuhnya. la ingat pada bungkusan pemberian pertapa yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi.
la segera membuka tali pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan ke arah si raksasa. Seketika butiran garam itu berubah menjadi Iautan.
Raksasa itu sangat terkejut, karena tiba-tiba tubuhnya tercebur ke dalam laut. Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil berenang ke tepi. la kembali mengejar Timun Emas.
Merasa dipermainkan, kemarahan raksasa itu semakin memuncak. "Bocah krang ajar! Kalau tertangkap, akan kutelan kau bulat-bulat!"
Timun Emas semakin khawatir karena raksasa itu berhasil melewati lautan yang sangat luas itu. Akan tetapi, ia tidak putus asa. la terus beriari meskipun sudah kelelahan. Raksasa itu terus mengejar.
Timun Emas melemparkan isi bungkusan yang terakhir Terasi itu langsung dilemparkan ke arah si raksasa. Tiba-tiba saja terbentuklah lautan lumpur yang mendidih.
Raksasa itu terkejut sekali. Dalam sekejap, tubuhnya ditelan lautan lumpur. Dengan segala upaya, ia berusaha menyelamatkan diri. la meronta-ronta. Tapi, usahanya sia-sia. Tubuhnya pelan--pelan tenggelam ke dasar.
"Timun Emas, tolonglah aku!" Aku berjanji tidak akan memakanmu," raksasa itu meminta belas kasihan.
Tapi lumpur panas itu menelan tubuh si raksasa. Kini Timun Emas bisa bernapas lega karena selamat dari bahaya maut.
la segera berjalan ke arah rumahnya. Di kejauhan nampak Mbok Rondo berlari ke arah Timun Emas kiranya wanita itu mengkhawatirkan keselamatan anaknya.
"Syukurlah anakku, ternyata Tuhan masih melindungimu." kata Mbok Rondo setelah keduanya saling mendekat
Mereka berpelukan dengan rasa haru dan bahagia.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home