kembangapi_2

Thursday, January 25, 2007

Manusia Ular - Cerita Rakyat Kalimantan Tengah

Dahulu kala ada seorang bernama Sangi. Dia adalah seorang pemburu yang tangguh. Sangi pandai menyumpit buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu ia selalu berhasil membawa pulang daging babi hutan dan daging rusa.
Sangi bertempat tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Pada suatu hari Sangi berburu. Dari pagi hingga petang ia tidak berhasil menemukan seekor binatang buruan pun. Keadaan ini membuatnya amat kesal. Karena hari telah mulai sore, ia pun pulanglah dengan tangan kosong. Di dalam perjalanan pulang ia melihat bahwa air tepi sungai sangat keruh. Ini pertanda bahwa seekor babi hutan baru saja minum air di sana. Dugaannya itu diperkuat lagi dengan adanya bekas jejak kaki babi hutan.
Dengan penuh harapan Sangi terus mengikuti jejak binatang itu. Benar saja, tidak berapa jauh dari sana, ia menemukan babi hutan yang dicarinya itu, tetapi dalam keadaan yang amat mengerikan. Sebagian dari tubuh babi hutan itu telah berada di dalam mulut seekor ular raksasa. Kelihatannya tidak mungkin ia akan hidup kembali. Pemandangan mengerikan ini sangat menakutkan Sangi. Ia tidak dapat lari sehingga tidak ada cara lain kecuali bersembunyi di dalam semak-semak.
Beberapa waktu telah berlalu. Ular raksasa itu tidak dapat juga menelan mangsanya. Dicoba dan dicobanya berkali-kali, namun selalu gagal. Akhirnya sang ular menghentikan usahanya. Dengan murkanya dipalingkanlah kepalanya ke arah tempat Sangi bersembunyi. Secara gaib, ia berganti rupa menjadi seorang pemuda yang tampan wajahnya. Ia menghampiri Sangi dan memegang lengannya.
Pemuda itu menggertak dan memerintahkan kepada Sangi, “Telan babi hutan itu bulat-bulat ikarena engkau telah mengintip sang ular raksasa yang sedang menelan babi hutan.”
“Saya... tapi saya... tidak... bisa.”
“Ayo cepat lakukan...”
Dengan penuh rasa ketakutan Sangi melaksanakan perintah itu. Ajaib sekali, ternyata Sangi mampu melaksanakan perintah pemuda itu dengan mudah sekali, seolah-olah ia sendiri benar-benar seekor ular.
Pemuda asal ular itu berkata bahwa karena Sangi telah berani mengintainya, sejak saat itu pula Sangi berubah menjadi seekor ular jadi-jadian.
“Untuk sementara engkau tidak usah risau,” kata pemuda asal ular itu kepada Sangi. “Selama engkau dapat merahasiakan kejadian ini, engkau akan tetap dapat mempertahankan bentuk manusiamu.”
Pemuda asal ular itu lalu menghibur Sangi dengan mengatakan bahwa nasib yang menimpa Sangi sebenarnya tidaklah terlalu jelek. Sebab, sejak kejadian itu ia bukan lagi merupakan makhluk yang dapat mati sehingga ia dapat mempertahankan kemudaannya untuk selama-lamanya.
Demikianlah, Sangi terus berusaha agar rahasianya ini tidak diketahui orang, termasuk anggota kerabatnya sendiri dan anak cucunya. Dengan cara ini ia berhasil mencapai umur 150 tahun. Akan tetapi, keadaan yang luar biasa ini menimbulkan rasa aneh pada keturunannya. Mereka ingin mengetahui rahasia kakeknya yang dapat berusia panjang dan tetap dapat mempertahankan kemudaannya.
Oleh karena itu, sejak itu mereka pun mulai menghujani kakek mereka dengan berbagai pertanyaan. Akhirnya karena terus-menerus didesak, Sangi pun terpaksa membuka rahasianya, melanggar larangan berat itu. Sebagai akibatnya, sedikit demi sedikit tubuhnya berganti rupa menjadi seekor ular raksasa. Pergantian ini dimulai dari kakinya. Sadar akan keadaan ini, Sangi menyalahkan keturunannya sebagai penyebab nasib buruk yang sedang menimpanya.
Dalam keadaan geram ia pun mengutuki keturunannya, yang dalam waktu singkat akan mati seluruhnya dalam suatu pertikaian di antara sesamanya.
Sebelum Sangi menceburkan dirinya ke dalam Sugai Kahayan bagian hulu untuk menjadi penjaganya, ia masih sempat mengambil harta pusakanya yang disimpan di dalam satu guci Cina besar. Harta pusaka yang berupa kepingan-kepingan emas itu lalu disebarkannya ke dalam air sungai. Sambil melakukan ini ia pun mengucapkan kutukan yang berbunyi :
“Siapa saja yang berani mendulang emas di daerah aliran sungai ini, akan mati tak lama setelah itu, sehingga hasil emas dulangannya akan dipergunakan untuk mengupacarakan kematiannya.”
Penduduk setempat percaya kisah ini pernah terjadi. Kepercayaan mereka itu diperkuat karena di daerah mereka aka anak Sungai Kahayan yang bernama Sungai Sangi. Menurut beberapa orang yang sering berlayar dengan biduk atau perahu bermotor, mereka pernah melihat seekor ular raksasa. Kepalanya saja berukuran sebesar drum minyak tanah. Ular raksasa itu mereka lihat berangin-angin di atas bungkah-bungkah batu sungai pada bulan purnama di musim kering.
Selain itu sampai kini orang-orang di sana tidak berani mendulang emas yang katanya sebesar biji labu kuning dan banyak terdapat di sana.
Kita jangan terlalu ingin mengetahui rahasia orang, apabila sampai terdesak agar ia membukanya. Hal tersebut dapat merugikan orang itu dan mungkin juga akan merugikan kita sendiri.



SUMBER
BUKU : Kumpulan Cerita, Legenda, Dongeng Rakyat
PENULIS : MB. Rahimsyah
PENERBIT : “SINAR ILMU” Jakarta, tahun 2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home