kembangapi_2

Monday, February 05, 2007

Mirah Singa betina dari Marunda-Cerita Rakyat Betawi

p
ada suatu malam, centeng-centeng di rumah Babah Yong di Kemayoran terkapar di lantai. Babah Yong sendiri terikat di tiang ruang tengah. Perabot rumah berantakan. Barang-barang berharga dibawa kabur kawanan perampok.
Malam itu juga, Tuan Ruys penguasa daerah Kemayoran segera datang mempelajari bekas-bekas perampokan. Di situ juga hadir Bek Kemayoran. Petugas lain yang ikut sibuk adalah para opas.
"Tangkap Asni!" perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran. Keesokan harinya seorang pemuda yang gagah sudah diborgol dan ditahan di kantor Opas Kemayoran. Bek Kemayoran melaporkan hasil tangkapannya kepada Tuan Ruys.
"Langsung saja masukkan ke penjara, Saeyan!" perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran.
Asni keberatan dimasukkan ke penjara. Dia menjelaskan bahwa dia tidak berbuat apa-apa. Malam itu dia di rumah. Dia tidak pergi ke mana-mana. Sak-sinya juga berkata kalau malam itu Asni di rumah.
Setelah diselidiki dengan teliti, akhirnya Asni di-lepas kembali, tidak jadi dimasukkan ke penjara. Namun, ada syaratnya, yaitu dia harus sanggup me-nangkap perampok sebenarnya. Kalau tidak berhasil, dia akan dijebloskan kembali ke penjara.
Sementara itu, di Marunda ada seorang gadis remaja cantik bernama Mirah. Ibunya sudah lama meninggal, saat dia berusia tiga tahun. Bapaknya, Bang Bodong, belum mau menikah lagi. Dia selalu teringat istrinya yang tercinta. Oleh karena itu, Bang Bodong sangat menyayangi Mirah. Dia asuh Mirah dengan baik. Mirah dididik dengan penuh kesabaran agar kelak menjadi wanita yang dapat dibanggakan. Anehnya, Mirah lebih suka bermain dengan kawan--kawan lelaki. Dia senang mendayung sampai ke muara atau berenang tiap hari di Sungai Blencong. Tidak aneh kalau Mirah sering adu renang dari se-berang sungai ke seberang lainnya.
Selain itu, Mirah juga tertarik pada ilmu silat. Dia bergabung dengan kawan-kawan lelakinya untuk ber-latih silat. Dia bukan saja berbakat, tetapi juga pem-berani. Melihat hal itu Bang Bodong melatih sendiri putrinya dengan lebih tekun. Dalam waktu singkat, ketangkasan Mirah sangat mengesankan. Sering dia diadu dengan kawan-kawan lelakinya. Tidak seorang pun sanggup menandingi ketangkasan Mirah. Semua lelaki yang dihadapi dikalahkannya. Mirah sangat di-segani dan tidak ada duanya di kampung Marunda.
Bapaknya merasa khawatir terhadap masa depan putrinya. Bagaimanapun Mirah adalah wanita, kelak memerlukan seorang pendamping, seorang pelindung, dan seorang suami. Kalau semua lelaki yang datang selalu ditolak, Mirah nantinya tidak menikah. la akan menjadi perawan tua.
Pada saat itu Asni melakukan penyelidikan ke Marunda. Dia ditegur penjaga gardu. "Apa siang hari begini harus permisi juga?" tanya Asni.
Penjaga kampung Marunda tersinggung men-dengar pertanyaan itu. Asni dipelototi dan segera ditendang. Namun, Asni sudah siap. Tendangan itu membuat penyerangnya hilang keseimbangan dan terjerembab. Kawan yang lain langsung memukul kepala Asni dengan tongkat. Dengan mudahnya Asni menangkap tangan penyerangnya, dipelintir sedemikian rupa hingga orang itu mengaduh kesakitan.
Kedua penjaga kampung itu segera lari ke rumah Bang Bodong. Mereka lapor kalau mereka telah di-serang seorang perusuh yang mabuk. Kontan Bang Bodong marah-marah. Dia mencari perusuh yang di-maksud. Tanpa banyak tanya Bang Bodong me-nyerang dengan jurus-jurusnya yang berbahaya. Repot juga Asni menangkis. Bang Bodong memang pendekar berpengalaman. Asni harus hati-hati mengambil Iangkah-langkah mengelak sehingga tidak he-ran kalau Bang Bodong hanya mendapatkan angin. Asni sigap sekali meloncat, bersalto ke belakang, koprol, dan berguling-guling, Akhirnya, Bang Bodong terengah-engah. Tanpa melakukan serangan balasan Bang Bodong sudah jatuh dengan sendirinya.
Mendengar ayahnya dikalahkan Asni yang jauh lebih muda itu, Mirah seperti melayang saat lari menyerang ke arah lawan.
Asni justru senang menghadapi pendekar wanita yang mengamuk. Jurus-jurus Mirah sangat ber-bahaya. Mirah menggunakan tongkat. Hal itu mem-buat Asni jungkir balik. Elakan disertai tepisan tangan membuat Mirah terlempar ke kolam ikan. Tentu saja Mirah ditelan lumpur, tetapi dia bangkit kembali de-ngan cepat.
Kemudian, Asni diserang dengan pedang. Entah bagaimana caranya, pedang terlepas dari tangan dan Mirah terlempar ke pohon yang bercabang-cabang. Saat jatuh ke tanah, tubuh Mirah sudah ditangkap Asni. Mirah geram sekali, sementara Asni tersenyum--senyum. Hal itu membuat Mirah makin marah. Un-tung Bang Bodong mengikuti adu silat itu dengan saksama.
"Jodohmu datang juga akhirnya, Mirah," kata ayah-nya, "kamu harus terima dia sebagai pemenang yang jantan. Kamu tidak boleh ingkar janji. Dia berhak mengambilmu sebagai istri."
Para pengikut Bang Bodong langsung bersorak. Asni diterima bekas musuhnya sebagai keluarga ba-ru. Pada saat itulah Asni menceritakan asal usul dirinya. Dia datang ke Marunda untuk mencari ka-wanan perampok. Dulu perampok itu merampok ru-mah Babah Yong di Kemayoran. Kalau sampai gagal menangkap kawanan perampok itu, dia akan masuk penjara.
Baik Mirah maupun ayahnya segera tahu siapa yang dimaksud. Tidak lain Tirta dan kelompoknya yang sering berbuat onar. Mereka tinggal di Karawang. Untuk menangkapnya tidak sulit, undang saja Tirta dan kawan-kawannya ke pesta perkawinan yang segera dilaksanakan di kampung Marunda.
Undangan disebar, pesta dilangsungkan besar-be-saran. Tamu-tamu Bang Bodong datang dari berbagai pelosok. Ketika Tirta datang, dia amat kaget bertemu dengan Bek Kemayoran. Ternyata bukan Bek saja yang dijumpai, Tirta juga melihat Tuan Ruys. Ke-mudian yang membuatnya paling tidak tenteram du-duk adalah opas-opas dan para centeng Babah Yong. Mereka seperti sudah mengepung dirinya. Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan Tirta kecuali mengeluarkan pistolnya. Dia menga-cung-acungkan senjata api itu kearah Bek Kemayoran dan segera ditembakkan. Letusan itu membuat para tamu panik dan bubar. Bang Bodong bermaksud menghalangi Tirta yang ingin menembak Iagi. Pistol meletus dan melukai Bang Bodong. Pen-dekar tua itu terpental dart dadanya berdarah. Dia pingsan tidak sadarkan diri.
Tirta kabur dari tempat pesta itu. Opas-opas mengejarnya. Centeng-centeng ikut mengejar sambil menghunus golok masing-masing. Akan tetapi, dari semua mengejar itu justru Mirah paling cepat. Dia segera tampak berebut pistol dengan Tirta. Setelah beberapa saat terguling-guling di pasir pantai, tiba--tiba letusan pistol menggema. Tirta tampak berwajah pucat sambil merintih kesakitan.
"Pokoknya saya sudah lega dapat berjumpa denganmu, Mirah. Hanya tenda ini yang dapat saya berikan kepadamu," kata Tirta.
Setelah bungkusan itu dibuka, Mirah melihat pen-ding emas yang indah. Dengan terharu Mirah memperkenalkan Asni yang datang menyusul.
"Ini suami saya, Tirta," kata Mirah.
Tirta dan Asni bertatapan.
"Kamu adik saya, Asni," kata Tirta sambil me-meluk, "kita satu ayah. lbu saya dari Karawang, lbumu dari Banten."
Tidak lama kemudian Tirta kehabisan darah dan tidak bernapas lagi. Asni dan Mirah amat sedih. Bang Bodong sudah siuman, dari pingsannya dan men-dapatkan perawatan.
Beberapa minggu kemudian, Asni dan Mirah meninggalkan Marunda. Mereka telah menjadi pasangan suami istri yang berbahagia dan tinggal di Kemayoran sampai tua.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home